Mengulas, Si manis bergigi emas.


Bagaimana kabarnya yang lock down? Masih sehat jiwa, raga dan dompetnya? Semoga banyak hikmah yang bisa dipetik dari lock down akibat virus covid-19 ya, guys!
Hasil mencla-mencle di blog orang-orang, saya tidak akan mendalami sosok virus corona tersebut, tapi saya disini akan mengulas tentang novel kesayangan (ciye) padahal novelnya minjem hehe jadi prinsipnya tidak apa-apa buku hasil meminjam, yang penting tetap rajin membaca HEHE bukan begituuuuu guys?
4 Pesan Najwa sebagai Duta Baca Indonesia - MerahPutih


Mari saya buat kalian jatuh cinta sama novelnya Pramoedya Ananta Toer. 

Siapakah Pram?
Pramoedya dilahirkan di Blora pada tahun 1925 di jantung Pulau Jawa, sebagai anak sulung dalam keluarganya.Pramoedya menempuh pendidikan pada Sekolah Kejuruan Radio di Surabaya, dan kemudian bekerja sebagai juru ketik untuk surat kabar Jepang di jakarta. 

Pada masa kemerdekaan Indonesia, ia mengikuti kelompok militer di Jawa dan kerap ditempatkan di Jakarta pada akhir perang kemerdekaan. Ia menulis cerpen serta buku di sepanjang karier militernya dan ketika dipenjara Belanda di Jakarta pada 1948 dan 1949. Pada 1950-an ia tinggal di Belanda sebagai bagian dari program pertukaran budaya, dan ketika kembali ke Indonesia ia menjadi anggota Lekra, salah satu organisasi sayap kiri di Indonesia. Gaya penulisannya berubah selama masa itu, sebagaimana yang ditunjukkan dalam karyanya Korupsi, fiksi kritik pada pamong praja yang jatuh di atas perangkap korupsi. Hal ini menciptakan friksi antara Pramoedya dan pemerintahan Soekarno.

Selain pernah ditahan selama 3 tahun pada masa kolonial dan 1 tahun pada masa Orde lama, selama masa Orde Baru Pramoedya merasakan 14 tahun ditahan sebagai tahanan politik tanpa proses pengadilan (13 Oktober 1965 – Juli 1969, Juli 1969 – 16 Agustus 1969 di Pulau Nusakambangan, Agustus 1969 – 12 November 1979 di Pulau Buru, November – 21 Desember 1979 di Magelang). Ia dilarang menulis selama masa penahanannya di Pulau Buru, namun masih dapat menyusun serial karya terkenalnya yang berjudul Bumi Manusia, 4 seri novel semi-fiksi sejarah Indonesia yang menceritakan perkembangan nasionalisme Indonesia dan sebagian berasal dari pengalamannya sendiri saat tumbuh dewasa.

Pramoedya dibebaskan dari tahanan pada 21 Desember 1979 dan mendapatkan surat pembebasan tidak bersalah secara hukum dan tidak terlibat Gerakan 30 September, tetapi masih dikenakan tahanan rumah di Jakarta hingga 1992, serta tahanan kota dan tahanan negara hingga 1999, dan juga wajib lapor satu kali seminggu ke Kodim Jakarta Timur selama kurang lebih 2 tahun.
Pramoedya telah menulis banyak kolom dan artikel pendek yang mengkritik pemerintahan Indonesia terkini. Ia menulis buku Perawan Remaja dalam Cengkraman Militer, dokumentasi yang ditulis dalam gaya menyedihkan para wanita Jawa yang dipaksa menjadi wanita penghibur selama masa pendudukan Jepang. Semuanya dibawa ke Pulau Buru di mana mereka mengalami kekerasan seksual, berakhir tinggal di sana dan tidak kembali ke Jawa. Pramoedya membuat perkenalannya saat ia sendiri merupakan tahanan politik di Pulau Buru selama masa 1970-an.

Banyak dari tulisannya menyentuh tema interaksi antarbudaya; antara Belanda, kerajaan Jawa, orang Jawa secara umum, dan Tionghoa. Banyak dari tulisannya juga semi-otobiografi, di mana ia menceritakan pengalamannya sendiri. Ia terus aktif sebagai penulis dan kolumnis.
Sampai akhir hayatnya ia aktif menulis, walaupun kesehatannya telah menurun akibat usianya yang lanjut dan kegemarannya merokok Pada 30 April 2006 pukul 08.55 Pramoedya wafat dalam usia 81 tahun.

Pram adalah maestro menurut saya, kenapa tidak ditengah keadaan yang genting pram masih saja menulis dan menuangkan ide-idenya. Pram banyak sekali melahirkan karya-karya keren salah satunya adalah novel -Midah si manis bergigi emas- diantara tulisannya yang banyak, saya tertarik dengan novel tersebut karena, novel pram ini terbilang novel yang berat bukan karena novelnya yang tebal tetapi karena bahasanya yang terkadang mengajak kita untuk berhenti sejenak dan berfikir, di sisi lain kenapa saya menjatuhkan pilihan untuk membaca novel Midah si manis bergigi emas adalah karena novelnya tipis jadi bisa dengan cepat melahapnya HEHE 
Mari berkenalan dengan Midah~


Novel Pramoedya ini menggambarkan perjalanan hidup seorang wanita (Midah) yang begitu menyentuh. Midah seorang gadis manis anak Haji Abdul pedagang dari kampung Cibatok tetapi sudah tinggal di Jakarta. Kehadirannya di dunia ini begitu dinanti oleh kedua orang tuanya,  sebelum lahir adik-adiknya, Midah begitu dimanja dan dikasihi orang tuanya. Seiring berjalannya waktu hingar bingar keluarganya hilang ketika adiknya terlahir, midah gadis yang menyukai musik keroncong dengan segudang mimpi harus rela menerima semua kenyataan. 
Sang ayah yang merasa tidak sesuai dengan selera musik Midah, merusak koleksi piringan hitam lagu-lagu keroncong Midah, hal itu menorehkan luka di hati Midah. Beranjak dewasa Midah dijodohkan oleh ayahnya yang seorang haji dengan kenalannya yang seorang haji juga. Akhirnya Midah dikawinkan dengan Haji Terbus dari kampung Cibatok. Orangnya gagah, makmur, tegap, berkumis lebat dan bermata tajam. Sayang Midah baru tahu istrinya sudah banyak ketika dia sudah hamil tiga bulan. Midah pun lari dari suaminya. Merasa tidak menemukan kedamaian dalam pernikahannya, Midah pun melarikan diri dari suaminya dengan membawa buah hatinya yang masih dalam kandungan.

Di sinilah konflik bermula saat Midah yang terbiasa hidup berkecukupan sekarang meninggalkan semua kemewahannya dan hidup melanglang buana tanpa tahu harus tinggal dimana. Tidak berani langsung ke rumah orang tuanya, Midah menuju rumah Riah, pembantunya dulu. Riah menyampaikan kabar ini kepada haji Abdul. Reaksinya marah sehingga Midah terpaksa pergi. Dia lantas bertemu dan bergabung dengan sebuah kelompok pengamen keroncong. 

Dalam keadaan hamil, Midah yang dipanggil si manis, ikut berkeliling untuk menyanyi. Di tengah kesulitan – tidak punya uang dan tidak punya suami- Midah melahirkan anaknya. Bidan dan karyawan rumah sakit memperlakukannya dengan sinis dan kejam. Ketika mau keluar, bayinya telanjang, tidak diberi pakaian apapun. Di penginapan tempat rombongan pengamen tidur dia disambut dengan dingin. Tapi kepala rombongan mau mengawininya. Midah bingung karena dia belum resmi cerai. Dia menolak sehingga dia dibenci. Ketika sedang menyusui anaknya, Midah bertemu Riah. Midah tidak mau diajak pulang. Riah mengikuti dan melihat bagaimana anak mantan majikannya mengamen keliling. Untuk memenangkan persaingan dengan Nini penyayi lain di rombongan, Midah pasang gigi emas.

Akibatnya konflik menajam dan dia tinggalkan rombongan itu. Midah sangat menyayangi anaknya dan perjuangannya tak hanya sampai di situ. Midah tak kenal lelah, Midah sangat menyayangi anaknya. Berita tentang Midah sampai ke Haji Abdul yang sudah surut usahanya. Dia terguncang. Dengan sedih dicarinya Midah ke berbagai tempat. Sayang usahanya gagal sehingga dia jatuh sakit. Siang malam Haji Abdul tenggelam dalam zikir. Midah menyanyi di daerah Jatinegara.

Hati Midah yang kosong akan hadirnya seorang laki-laki akhirnya menemukan sang pujaan hati, seorang polisi yang bernama Ahmad, dia yang dulu pernah membela Midah dari perlakuan kasar orang-orang di dalam rombongan keroncongnya. Kebetulan juga polisi ini juga menyukai seni musik dan memperkenalkan Midah pada dunia radio dan mengajak Midah menyanyi di sana. Dia melatih Midah menyayi. Midah akhirnya menyayi di radio. Suatu ketika orang tuanya mendengarkan. Ibunya lantas mencarinya. Akhirnya dia temukan rumah Midah. Ketika dia datang hanya bertemu Rodjali anak Midah. Rodjali dibawanya pulang. Midah merasakan kedamaian di dekat sang polisi ini dan tanpa diragukannya lagi, Midah mencurahkan segala rasa yang dimilikinya kepada pujaan hatinya. Sampai-sampai Midah rela menyerahkan tubuhnya kepada sang pujaan hati.

Suatu hari Midah sampaikan pada Ahmad bahwa dia sudah hamil. Saat Midah positif mengandung anak dari sang polisi ini, ia pun menyampaikannya dan meminta pengakuan atas sang jabang bayi ini, sungguh tak disangka reaksi dari pujaan hatinya, dia menuduh Midah sengaja menjebaknya dan mengatakan bahwa janin yang bersemayam dikandungan Midah bukanlah anaknya karena banyak laki-laki yang dekat pada Midah dan Midah dituduhnya yang tidak-tidak.

Bukan Midah namanya bila tidak tegar menghadapi semua ini, meskipun air mata bercucuran Midah hanya minta dikuatkan hatinya dan tetap berjuang mempertahankan buah cintanya dengan sang polisi. Akhirnya Midah kembali ke rumah orang tuanya, sekalipun Midah sudah kembali ke rumah orang tuanya, ia tetap merasa tak pantas untuk tinggal di sana karena kandungannya yang tak berayah akan menjadi hinaan orang bagi keluarganya. Midah akhirnya menitipkan anak pertamanya pada orang tuanya, supaya si anak mendapatkan perlindungan dan kasih sayang yang sepantasnya dia dapat. Midah tetap memutuskan untuk meninggalkan rumah dengan membawa anak keduanya yang belum lahir dan meneruskan perjuangannya seorang diri di langit jakarta. 
Pram dengan ciamik membawa rasa penasaran pembaca untuk tidak berhenti sejenak walaupun hanya minum secangkir kopi,setelah Bumi Manusia yang sampai saat ini getarnya masih tersisa, midah si manis bergigi emas ini ringan, tetapi mempunyai makna mendalam bagi si pembacanya, termasuk saya. 😜😜

Sumber :
Novel Pram Midah si manis bergigi emas
Najwashishab.com 
https://www.goodreads.com/book/show/1670474.Midah_Simanis_Bergigi_Emas

Komentar

  1. blog bu Winda membuat sy mengenal Pramoedya Ananta Toet

    BalasHapus
  2. Buku ini bercerita tentang prinsip. Prinsip itu tidak selamanya benar karena keberan yang sifatnya hakiki itu tidak ada. Kalau setiap orang yang menganggap bahwa prinsipnta paling benar dan sementara prinsip orang lain salah maka akan terjadilah sosial konflik seperti yang ada diceruta ini .Intinya adalah harus bisa mengakui dan mau mabgalah pada prinsip orang lain, jika tidak ya kaya'gini jadinya. Regret comes later, lho!!!!!

    BalasHapus
  3. Ahmad suami aku dong midah ada tu di cikiwul suruh bertanggung jawab heheeh seruuuu ceritanya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memulai dari empati.

Pendidikan Era Digital