Puisi, Sasper dan Taufik Ismail

HALLO. 
Semoga masih tetap semangat dan istiqomah Heheh
Sasper yang ke-3 masih karyanya Taufik Ismail ini ending dari bedah puisi yang mempunyai nilai perlawanan. Penasaran kah ? Yuk, disimak.

Ketika Sebagai Kakek di Tahun 2040,Kau Menjawab Pertanyaan Cucumu

Cucu kau tahu, kau menginap di DPR bulan Mei itu
Bersma beberapa ribu kawanmu
Marah, serak berteriak dan mengepalkan tinju
Bersama-sama membuka sejarah halaman satu
Lalu mengguratkan baris pertama bab yang baru
Seraya mencat spanduk dengan teks yang seru
Terpicu oleh kawan-kawan yang ditembus peluru
Dikejar masuk kampus, terguling di tanah berdebu
Dihajar dusta dan fakta dalam berita selalu
Sampai kini sejak kau lahir dahulu
Inilah pengakuan generasi kami, katamu
Hasil penataan dan penataran yang kaku
Pandangan berbeda tak pernah diaku
Daun-daun hijau dan langit biru, katamu
Daun-daun kuning dan langit kuning, kata orang-orang itu
Kekayaan alam untuk bangsaku, katamu
Kekayaan alam untuk nafsuku, kata orang-orang itu
Karena tak mau nasib rakyat selalu jadi mata dadu
Yang diguncang-guncang genggaman orang-orang itu
Dan nomor yang keluar telah ditentukan dahulu
Maka kami bergeraklah kini, katamu
Berjalan kaki, berdiri di atap bis yang melaju
Kemeja basah keringat, ujian semester lupakan dahulu
Memasang ikat kepala, mengibar-ngibarkan benderamu
Tanpa ada pimpinan di puncak struktur satu
Tanpa dukungan jelas dari yang memegang bedil itu
Sudahlah, ayo  kita bergerak saja dulu
Kita percayakan nasib pada Yang Satu Itu
(Taufik Ismail, Malu Aku Jadi Orang Indonesia, 1998)
Puisi Ketika Sebagai Kakek di Tahun 2040, Kau Menjawab Pertanyaan Cucumu akan dianalisis menggunakan pendekatan hermeneutic. Hermeneneutik bisa berarti mengartikan, menafsirkan, menerjamahkan, dan bertindak sebagai penafsir.
Puisi “Ketika Sebagai Kakek di Tahun 2040, Kau Menjawab Pertanyaan Cucumu” menunjukkan keterkaitan antara penulis dengan sejarahnya, termasuk refleksi ke masa depan.  Puisi ini ditulis pada tahun 1998, ketika terjadi peristiwa demontrasi besar-besaran menjelang runtuhnya Orde Baru.
Cucu kau tahu, kau menginap di DPR bulan Mei itu
Bersma beberapa ribu kawanmu
Marah, serak berteriak dan mengepalkan tinju
Bersama-sama membuka sejarah halaman satu
Lalu mengguratkan baris pertama bab yang baru
Bila kita melihat lebih dalam lagi, latar belakang puisi “Ketika Sebagai Kakek di Tahun 2040, Kau Menjawab Pertanyaan Cucumu”, penulisan puisi ini dibuat dengan mendasarkan pada momen-momen penting dalam gerakan mahasiswa tahun 1998 yaitu : tanggal Sidang Umum MPR 1-11 Maret 1998, Insiden berdarah Universitas Trisakti 12 Mei dan mundurnya Presiden Soeharto tanggal 21 Mei 1998. Pada saat itu mahasiswa menduduki Gedung DPR beberapa hari untuk menuntut mundurnya Presiden karena berbagai krisis melanda Indonesia dan berbagai kebobrokan pemerintah,  Perhatikan baris-baris
 Cucu kau tahu, kau menginap di DPR bulan Mei itu
Bersama beberapa ribu kawanmu
Marah, serak berteriak dan mengepalkan tinju
Bersama-sama membuka sejarah halaman satu
Lalu mengguratkan baris pertama bab yang baru
 /Bersama-sama membuka sejarah halaman satu/Lalu mengguratkan baris pertama bab yang baru/ baris-baris ini mengungkapkan telah terjadi perubahan sejarah. Membuka halaman satu lalu mengguratkan baris pertama bab yang baru, Orde Baru tumbang dan digantikan oleh Orde Reformasi.
Bila melihat sejarah tumbangnya orde Baru, kita akan mengetahui bahwa runtuhnya Orde Baru karena beberapa hal, di antaranya adalah krisis ekonomi, krisis politik, dan faktor sosial.
Secara ekonomi, krisis ekonomi yang melanda Asia, yang dimulai di Thailand menghantam Indonesia. Akibat krisis ini organisasi perbankan kita menjadi berantakan yang sampai sekarang belum dapat di konsolidasi kembali. Nilai rupiah terhadap dollar Amerika tetap di dalam tingkat yang amat rendah. Kurs dolar dari Rp 1.500 hingga jatuh ke angka Rp 18.000,-, sehingga harga-harga keperluan umum, terutama sembako, dalam hitungan rupiah tetap tinggi. Krisis yang melanda Indonesia juga disebabkan karena praktek KKN. Istilah KKN (Kolusi, Korupsi, Nepotisme) adalah istilah yang paling populer yang disuarakan oleh kaum reformis untuk segera diberantas. Kolusi diantara penguasa pada masa orba dengan para pengusaha hanya menguntungkan kedua belah pihak. Sedangkan rakyat hanya menerima akibat buruk dari praktek tersebut. Demikian juga, korupsi yang dilakukan oleh para pejabat negara telah menguras sumber ekonomi negara sehingga uang yang seharusnya digunakan untuk kemakmuran rakyat tidak sampai kepada sasarannya. Adapun nepotisme adalah praktek penguasa yang lebih mementingkan anggota keluarga atau golongan untuk memperoleh jabatan serta kesempatan-kesempatan dalam dunia usaha. Penderitaan rakyat akibat krisis ekonomi dibaca dengan baik oleh kelompok intelektual terutama mahasiswa.
Kemunafikan yang berlaku semasa Orde baru, munculnya KKN di mana-mana, kekayaan alam dikeruk untuk kepentingan kelompoknya. Di bidang politik, Pemilu hanya sebagai formalitas yang semuanya sudah dibuat skenario. Bagi yang memiliki perbedaan pendapat, kritis atau mengkritisi kebijakan pemerintah, akan menanngung resiko berat. Bahkan masa itu muncul istilah kuningisasi. Hal tersebut dapat dilihat pada bait:
Inilah pengakuan generasi kami, katamu
Hasil penataan dan penataran yang kaku
Pandangan berbeda tak pernah diaku
Daun-daun hijau dan langit biru, katamu
Daun-daun kuning dan langit kuning, kata orang-orang itu
Kekayaan alam untuk bangsaku, katamu
Kekayaan alam untuk nafsuku, kata orang-orang itu
Karena tak mau nasib rakyat selalu jadi mata dadu
Yang diguncang-guncang genggaman orang-orang itu
Dan nomor yang keluar telah ditentukan dahulu

Akhir Cerita~
Dari ketiga puisi (karya Taufik Ismail), dapat disimpulkan bahwa karya-karya tersebut merupakan jenis puisi kritik sosial yang merupakan bentuk perlawanan halus seorang Taufik Ismail terhadap pemerintah dan keadaan yang terjadi di tanah air.
Dari ketiga puisi yang saya jadikan sampel, ketiganya merupakan bentuk kritik kepada pemerintah pada masa itu. Puisi karangan bunga yang ditulis pada tahun ’66, Taufik Ismail berduka cita atas tertembaknya mahasiswa FKUI pada saat menurunkan rezim orde lama. Puisi kedua dan puisi ketiga merupakan bentuk kritik terhadap pemerintahan orde baru. Puisi kedua mengkritik kebijakan, aturan, dan sistem yang dibuat oleh pemerintah. Sedangkan puisi ketiga dibuat pada saat lengsernya orde baru yang dipimpin Presiden Soeharto.
Taufik Ismail menyampaikan perlawanan dengan cara yang halus. Artinya, beliau tetap mengutamakan keindahan estetik dari sebuah puisi. Puisi-puisi Taufik Ismail (khususnya yang saya jadikan sampel) juga bertabur metafora. Namun, tidak menghilangkan makna yang terkandung didalamnya.
Sumber :
Syuropati, Muhammad. 2011. 5 Teori sastra Kontemporer & 13 Tokohnya.Yogyakarta: IN AzNa Books

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memulai dari empati.

Mengulas, Si manis bergigi emas.

Pendidikan Era Digital